Narkoba,
Perangilah
Kamis pagi itu, beberapa orang tamu sekolah turun dari mobil
warna putih berplat merah langsung memasuki halaman sekolah. Disambut oleh
penjaga sekolah, mereka dipersilahkan masuk ke ruang kepala sekolah. Kehadirannya
telah dikonfirmasikan sebelumnya. Kepala sekolah dan wakilnya pun menunggu dan menyambutnya
dengan hangat. Mereka adalah anggota BNN.
Setelah duduk dan
bersantai sejenak sambil menjelaskan maksud kedatangannya yang ketiga kali,
masuklah beberapa siswa pilihan (mereka dianggap pemakai narkoba dan siap
direhabilitasi). Beberapa pertanyaan diajukan petugas kepada mereka. Mereka pun
menjawabnya dengan gamblang. Menjelaskan pengalaman yang telah mereka alami.
Tanpa ditutup-tutupi. Tampak mereka ingin sekali keluar dari permasalahan yang
tak bisa dipecahkannya sendiri.
Mereka menjelaskan
bahwa mereka mulai mengenal dan menggunakan barang haram tersebut ketika mereka
menuntut ilmu di sekolah menengah pertama. Tidak hanya mereka yang pernah
mencicipi barang tersebut tapi juga banyak temannya yang sekarang sudah
tersebar di beberapa sekolah di sekitar SMPnya.
Pertama kali mereka
mencobanya dengan menggunakan obat menghilang pusing yang harganya murah dan
dapat dibeli bebas di apotek. “Kami biasanya menggunakan dalam kelompok,” kata
Afi. “Sekali, dua kali, tak ketahuan maka kegiatan tersebut berlanjut sampai
sekarang,” tegasnya. Memang kepengawasaan sekolah bekerja sama dengan orang tua
wali murid diperlukan untuk dapat membentengi hal tersebut. Selain itu perlu
pula memahamkan kepada anak-anak kita bahwa hal tersebut adalah perbuatan
terlarang. Juga perlunya pemberian kasih sayang dan perhatian yang melimpah
kepada mereka.
Si Afi pernah berterus
terang bahwa dahulu dia pernah menyayat lengan kanannya. Menyebarkan bubuk di
atas sayatan tersebut. Akhirnya dia harus bedrest
selama lima hari menyembuhkan lukanya. Saking rapinya dia dan keluarganya
menyembunyikan kejadian tersebut, sehingga sekolahpun tidak dapat mengendus hal
itu. Namun ketika Afi duduk di SMA, orang tuanya telah mengangkat tangan dan
menyetujui program pemulihan kondisi Afi yang ditawarkan oleh pihak BNN.
Dengan koordinasi
sekolah, petugas BNN, dan orang tua wali murid diambillah kesepakatan, mereka
akan mengikuti program rehabilitasi yang telah ditawarkan oleh pihak BNN selama
dua minggu. Program rehabilitasi diikuti
oleh lima orang siswa. Orang tuapun telah menyetujui program tersebut. Diantar
oleh guru bimbingan konseling dan orang tua wali murid, siswa menjalaninya
dengan rasa senang. Terapi dilakukan di kantor BNN daerah. Semua kegiatan
rehabilitasi diberikan cuma-cuma oleh pihak BNN.
Dari cerita di atas
kita ketahui bersama pendekatan kepada anak serta keterbukaan anak kepada orang
tua sangat mutlak diperlukan. Pemahaman tentang makna kehidupan dan penguatan
pada sendi-sendi beragama juga mutlak dimiliki. Perhatian orang tua yang
bekerja sama dengan guru-guru disekolah pula dapat membentengi anak dari
pengaruh buruk narkoba ataupun anak-anak yang terindikasi kesana. (kd)
Jauhi sekarang, atau kamu akan menyesal
BalasHapus