MEROMBAK PENDIDIKAN
Kurikulum adalah salah satu tonggak
berdirinya pendidikan. Kurikulum yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan
Nasional berguna untuk menyamaratakan tujuan, proses, dan hasil yang di capai
di seluruh Indonesia. Kegiatan pembelajaran akan lebih terinci dan terprogram.
Menurut data pendidikan nasional, kurikulum
yang dipakai di Indonesia sudah berganti kurang lebih 10 kali. Dahulu pernah
ada Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum
1975 dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), Kurikulum 1984
dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Kurikulum 1994 yang bersifat populis,
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) 2006, dan Kurikulum 2013(Kugalas). Sekarang KTSP yang berlaku mulai
tahun 2006 hingga sekarang dan Kugalas dicoba diterapkan pada dunia pendidikan
formal mulai Juli 2013.
Pada akhirnya penyelenggaraan kedua
kurikulum tersebut membingungkan para penyelenggara pendidikan, khususnya guru
yang menjadi ujung tombak pendidikan. Apalagi ditambah sejak terjadi pergantian
Menteri Pendidikan dari Muhammad Nuh (yang mengakhiri masa jabatannya sejak
Oktober 2014) digantikan Anis Baswedan, kugalas dihentikan untuk direvisi
(berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Kabinet Kerja). Tidak hanya sekolah
yang bingung harus bagaimana, guru dan siswa pun demikian. Tapi banyak pula
yang senang. Hal itu pernah saya tanyakan anak saya, Nabila Zalfadania, yang juga kebetulan sedang duduk di bangku
SMA jurusan IPA di salah satu SMA negeri di wilayah Surabaya selatan. “Saya
senang sekali bila sekolahku dapat kembali pada kurikulum KTSP”. katanya
menerangkan, “Tugas dan tanggung jawabku
akan tidak sebanyak pada kugalas. Ditambah lagi aku juga akan mendapat jam pelajaran bahasa
Inggris lebih banyak, 4 jam pelajaran, sehingga dapat mengasah kemampuan bahasa
Ingrgisku lebih maksimal lagi”, tegasnya. Namun sayang sepengetahuanku
sekolahnya termasuk salah satu sekolah kawasan. Sekolah kawasan di Surabaya
adalah sekolah penyelenggara yang mendapat rujukan untuk menggunakan kurikulum 2013.
KTSP dilaksanakan berdasarkan UU No 20
tahun 2003 dan PP No 19 tahun 2005, serta Permendiknas No 24 tahun 2006.
Kelebihannya adalah 1) mendorong terwujudnya otonomi sekolah 2) memungkinkan
menitik beratkan pada mata pelajaran tertentu sesuai kebutuhan siswa dan potensi
daerah yang ada 3) mengurangi beban belajar siswa 4) berbasis kompetensi 5)
peranan guru adalah pengajar, pendidik, pembimbing dan pelatih. Kemudian
Muhammad Nuh mengubah KTSP dengan kurikulum 13 karena berkesimpulan adanya
kelemahan yang dimiliki yaitu : 1) kurangnya SDM yang dimiliki 2) kurangnya
sarana dan prasarana 3) masih banyak guru belum memahami betul tentang KTSP.
Lalu bagaimana dengan kugalas? Menurut
Kompas.com (11/3/2013), kurikulum 2013 diklaim oleh Muhammad Nuh (Menteri
Pendidikan kabinet SBY) memiliki tiga keunggulan yaitu 1) ditentukan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) kemudian baru ditentukan mata pelajaran yang
dibutuhkan 2) kurikulum 2013 berbasis kreatifitas siswa; sikap, pengetahuan,
dan ketrampilan. 3) kurikulum didesain berkesinambungan dari SD, SMP hingga SMA.
Menurut Wuryadi, Dewan Pendidikan DIY
(Kompas.com) kelemahan kugalas adalah 1) penekanan kurikulum pada orientasi
pragmatis. Hal itu bertentangan dengan UU No 22 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2) pelaksanaan kurikulum 13 tidak didasarkan pada evaluasi
3) seolah pemerintah mengganggap semua guru mempunyai kemampuan dan kapasitas
yang sama 4) guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam pengembangan
kurikulum 5) tidak adanya orientasi yang seimbang antara proses pembelajaran
dan hasil.
Lebih lanjut pelaksanaan kurikulum 2013
pernah saya tanyakan ke beberapa guru yang berperan langsung sebagai ujung
tombak pelaksanaan. Mereka menyatakan beberapa keberatan yaitu : 1) belum
adanya kesiapan. Sebelum penerapan kurikulum 2013 disekolahnya, mereka belum
pernah dipanggil untuk mendapat pelatihan. 2) adanya ketimpangan dalam jumlah
jam pelajaran. Beberapa mata pelajaran mempunyai jumlah jam berlebih sedang
beberapa yang lain kekurangan jam. 3) jam pelajaran untuk siswa terlalu banyak
sehingga waktu mereka dihabiskan untuk mengerjakan tugas dan belajar mata
pelajaran tersebut. 4) guru mempunyai kebingungan tentang cara penilaian yang
disamakan dengan cara di universitas, sehingga sulit mendeteksi siswa yang
betul-betul pintar hanya dari nilai. Apalagi pendidikan formal tingkat SD
hingga SMA adalah termasuk dalam wajib belajar 12 tahun.
Terlepas dari kelebihan dan
kekurangannya dan pergantian menteri pendidikannya, semua pihak; sekolah, guru,
siswa, wali murid dan masyarakat hanya dapat berharap konflik tentang kurikulum
yang terbaik tidak akan mengorbankan siswa sebagai objek pendidikan. Yang pasti
kurikulum yang baik adalah kurikulum yang bisa mengatasi kesulitan yang
dihadapi siswa , menjawab tantangan di masa mendatang dan tidak membingungkan
guru sebagai ujung tombak pendidikan. Hak dan kewajiban masing-masing dapat
terpenuhi secara maksimal. (kd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar