Breaking News

Minggu, 28 Juni 2015

Artikel : NARKOBA, JALAN SETAN

Narkoba, Perangilah

Kamis pagi itu,  beberapa orang tamu sekolah turun dari mobil warna putih berplat merah langsung memasuki halaman sekolah. Disambut oleh penjaga sekolah, mereka dipersilahkan masuk ke ruang kepala sekolah. Kehadirannya telah dikonfirmasikan sebelumnya. Kepala sekolah dan wakilnya pun menunggu dan menyambutnya dengan hangat. Mereka adalah anggota BNN.
Setelah duduk dan bersantai sejenak sambil menjelaskan maksud kedatangannya yang ketiga kali, masuklah beberapa siswa pilihan (mereka dianggap pemakai narkoba dan siap direhabilitasi). Beberapa pertanyaan diajukan petugas kepada mereka. Mereka pun menjawabnya dengan gamblang. Menjelaskan pengalaman yang telah mereka alami. Tanpa ditutup-tutupi. Tampak mereka ingin sekali keluar dari permasalahan yang tak bisa dipecahkannya sendiri.
Mereka menjelaskan bahwa mereka mulai mengenal dan menggunakan barang haram tersebut ketika mereka menuntut ilmu di sekolah menengah pertama. Tidak hanya mereka yang pernah mencicipi barang tersebut tapi juga banyak temannya yang sekarang sudah tersebar di beberapa sekolah di sekitar SMPnya.
Pertama kali mereka mencobanya dengan menggunakan obat menghilang pusing yang harganya murah dan dapat dibeli bebas di apotek. “Kami biasanya menggunakan dalam kelompok,” kata Afi. “Sekali, dua kali, tak ketahuan maka kegiatan tersebut berlanjut sampai sekarang,” tegasnya. Memang kepengawasaan sekolah bekerja sama dengan orang tua wali murid diperlukan untuk dapat membentengi hal tersebut. Selain itu perlu pula memahamkan kepada anak-anak kita bahwa hal tersebut adalah perbuatan terlarang. Juga perlunya pemberian kasih sayang dan perhatian yang melimpah kepada mereka.
Si Afi pernah berterus terang bahwa dahulu dia pernah menyayat lengan kanannya. Menyebarkan bubuk di atas sayatan tersebut. Akhirnya dia harus bedrest selama lima hari menyembuhkan lukanya. Saking rapinya dia dan keluarganya menyembunyikan kejadian tersebut, sehingga sekolahpun tidak dapat mengendus hal itu. Namun ketika Afi duduk di SMA, orang tuanya telah mengangkat tangan dan menyetujui program pemulihan kondisi Afi yang ditawarkan oleh pihak BNN.
Dengan koordinasi sekolah, petugas BNN, dan orang tua wali murid diambillah kesepakatan, mereka akan mengikuti program rehabilitasi yang telah ditawarkan oleh pihak BNN selama dua minggu.  Program rehabilitasi diikuti oleh lima orang siswa. Orang tuapun telah menyetujui program tersebut. Diantar oleh guru bimbingan konseling dan orang tua wali murid, siswa menjalaninya dengan rasa senang. Terapi dilakukan di kantor BNN daerah. Semua kegiatan rehabilitasi diberikan cuma-cuma oleh pihak BNN.
Dari cerita di atas kita ketahui bersama pendekatan kepada anak serta keterbukaan anak kepada orang tua sangat mutlak diperlukan. Pemahaman tentang makna kehidupan dan penguatan pada sendi-sendi beragama juga mutlak dimiliki. Perhatian orang tua yang bekerja sama dengan guru-guru disekolah pula dapat membentengi anak dari pengaruh buruk narkoba ataupun anak-anak yang terindikasi kesana. (kd)



1 komentar:

Designed Template By Blogger Templates - Powered by Sagusablog